Pemilu 1955: Tonggak Emas Demokrasi Indonesia
Pemilihan Umum 1955 bukan sekadar pemilihan umum biasa. Ia adalah tonggak sejarah, pesta demokrasi pertama yang menandai babak baru bagi Indonesia yang baru merdeka. Di tengah euforia kemerdekaan dan tantangan pembangunan bangsa, Pemilu 1955 menjadi bukti nyata komitmen Indonesia terhadap kedaulatan rakyat.
Diselenggarakan dalam dua tahap—pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 29 September 1955, dan kemudian untuk memilih anggota Konstituante pada 15 Desember 1955—pemilu ini berhasil menyedot antusiasme rakyat yang luar biasa. Jutaan warga berbondong-bondong menggunakan hak pilihnya, menunjukkan semangat partisipasi politik yang tinggi meskipun menghadapi keterbatasan infrastruktur dan geografis. Prosesnya berjalan relatif aman dan lancar, sebuah prestasi besar bagi negara muda.
Hasilnya mencerminkan keberagaman politik Indonesia kala itu. Empat partai besar mendominasi perolehan suara: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak ada satu pun partai yang meraih mayoritas mutlak, menciptakan lanskap politik multipartai yang dinamis dan mendorong terbentuknya pemerintahan koalisi.
Pemilu 1955 adalah penanda penting bahwa demokrasi dapat berjalan di Indonesia. Ia adalah upaya bangsa ini untuk membangun sistem pemerintahan yang sah berdasarkan pilihan rakyat. Meskipun Konstituante kemudian gagal merumuskan undang-undang dasar baru, semangat dan proses Pemilu 1955 tetap menjadi fondasi penting bagi praktik demokrasi di masa mendatang, serta pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah bangsa merdeka mengawali perjalanan demokrasinya dengan suara rakyat.