Kasus Kekerasan dalam Pacaran: Perlindungan Hukum bagi Korban

Ketika Cinta Berubah Luka: Jerat Hukum dan Perlindungan bagi Korban Kekerasan dalam Pacaran

Pacaran seharusnya menjadi masa indah yang penuh kasih sayang dan saling mendukung. Namun, bagi sebagian orang, hubungan ini justru berubah menjadi neraka yang dipenuhi kekerasan. Kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah realitas pahit yang kerap tersembunyi di balik stigma, rasa takut, dan harapan palsu. KDP tidak hanya merusak fisik, tetapi juga meninggalkan luka mendalam pada psikis korban.

Wajah-Wajah Kekerasan dalam Pacaran
KDP tidak melulu soal kekerasan fisik. Ia bisa berwujud kekerasan psikis (verbal, ancaman, manipulasi emosi), kekerasan seksual (pemaksaan hubungan intim, pengiriman konten tanpa persetujuan), kekerasan ekonomi (menguras harta, melarang bekerja), hingga kekerasan siber (menguntit online, menyebarkan aib). Semua bentuk ini sama-sama merusak dan merupakan tindak pidana.

Payung Hukum untuk Korban
Meskipun sering dianggap ranah privat, hukum negara hadir untuk melindungi korban.

  1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT): Meskipun namanya "Rumah Tangga", UU ini seringkali diinterpretasikan untuk melindungi korban dalam hubungan pacaran yang sudah memiliki intensitas hubungan layaknya suami istri atau ada potensi kekerasan berkelanjutan. Pasal-pasalnya mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran ekonomi.
  2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS): Memberikan perlindungan lebih spesifik terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk yang terjadi dalam hubungan pacaran.
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pasal-pasal tentang penganiayaan, pengancaman, pencemaran nama baik, atau perbuatan tidak menyenangkan juga dapat menjerat pelaku KDP.

Langkah Hukum dan Dukungan bagi Korban
Korban kekerasan dalam pacaran tidak sendirian dan memiliki hak untuk dilindungi.

  1. Mendokumentasikan Bukti: Kumpulkan segala bentuk bukti seperti chat, foto, video, rekaman suara, atau hasil visum dokter jika ada kekerasan fisik.
  2. Melapor ke Pihak Berwajib: Segera laporkan kejadian ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kantor polisi terdekat.
  3. Mencari Pendampingan: Hubungi lembaga seperti P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Komnas Perempuan, atau lembaga bantuan hukum yang fokus pada isu kekerasan gender (misalnya LBH APIK). Mereka dapat memberikan pendampingan psikologis dan bantuan hukum.
  4. Dukungan Psikologis: Proses pemulihan membutuhkan bantuan profesional dari psikolog atau psikiater untuk mengatasi trauma.

Pesan Penting:
Kekerasan dalam pacaran bukanlah bentuk cinta, melainkan tindakan kriminal yang merusak martabat dan kehidupan. Keberanian untuk melapor adalah langkah awal menuju kebebasan dan keadilan. Hukum ada untuk melindungi, dan masyarakat harus mendukung setiap korban untuk keluar dari lingkaran kekerasan. Mari bersama menciptakan lingkungan yang bebas kekerasan, di mana setiap individu berhak atas hubungan yang sehat dan saling menghargai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *